MENJAGA KESUCIAN PASCA RAMADHAN
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الله
اكبر – الله اكبر – الله اكبر
الله
اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا
اَلْحَمْدُ
لِلهِ اللَّذِي اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْاِسْلَامِ – وَكَفَي بِهَا
نِعْمَةً – اَحْمَدُهُ تَعَالَى وَاَشْكُرُهُ عَلَى الْاَئِهِ – وَاُثَنِّى
عَلَيْهِ بِمَا هُوَ اَهْلِهِ – وَاُصَلِّى وَاُسَلِّمَ عَلَى نَبِيِهِ –
وَخَيْرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ مُحَمَّدِ صَفَوَةُ اَنْبِيَائِهِ وَاِمَامِ رُسُلِهِ
– وَاَتَرْضَى عَنِ الْاَلِ الْاَطْهَارِ – وَالصَّحَابَةِ الْاَخْيَارِ – اَمَّا
بَعْدُ
Jamaah ‘Id yang dirahmati Allah.
Bulan Ramadhan telah berlalu.
Bulan yang telah mengharu biru perasaan kita. Membawa jiwa kita kepada ketinggian
melalui tangga-tangga takwa. Suasana spiritual kita melambung tinggi
meninggalkan bumi yang kita jejak menuju alam illiyyin. Tiba-tiba di bulan itu
kita mengalami suasana batin yang berbeda. Tiba-tiba kita lebih dekat dengan
masjid, lebih mesra dengan Al-Quran, lebih khusyu’ berhadapan dengan Ar-Rahman.
Seolah kita tak tercipta dari tanah.
Suasana di rumah menjadi lebih meriah.
Masjid ramai oleh jamaah. Kantor menjadi majelis taklim beriring merdu suara
tilawah. Mall dan pusat perbelanjaan berhias spanduk dan baliho pesan-pesan dan
taushiyah. Dengan pramuniaga mengenakan kerudung dan kopiyah. Pun
pula host di acara Entertainment di media elektronik fasih mengucapkan salam
dengan wajah sumringah. Lalu di penghujung bulan suasana bandara, terminal,
pelabuhan dan stasiun kereta sibuk melayani pemudik menjinjing tas dan membawa
kopor serta oleh-oleh sebagai hadiah.
Kegiatan Ramadhan diselenggarakan.
Buka puasa bersama mempertemukan teman alumni
seangkatan atau karyawan perusahaan. Atasan dan bawahan menyantap hidangan yang
sama pada waktu yang telah ditentukan. Karena bawahan, bukan lantas bersantap
belakangan sedang yang atasan didahulukan. Tarawih bahkan qiyam Ramadhan meriah
dilaksanakan. Lalu para ustadz dan da’i mendadak menjadi selebriti yang
meramaikan panggung-panggung kajian menyampaikan pesan-pesan ketakwaan.
Kaum
Muslimin, rahimakumullah
Mengertilah kita betapa Ramadhan telah
membawa dan menciptakan perubahan, baik pada skala pribadi, keluarga, lembaga, dan
masyarakat. Harapannya semoga perubahan itu bersumber dari keimanan. Sejak
panggilan cinta sang Arrahman dari Arasy-Nya “Hai
orang-orang beriman, diwajibkan kalian berpuasa…” yang sesungguhnya puasa itu
bukan sekedar urusan perut, mulut, dan syahwat, dan ia lebih berurusan dengan
jiwa. “Agar kalianbertakwa.”
Pagi ini kita shalat Idul
Fitri. Setelah semalam kita menyambut bulan sabit syawwal dan
mengucapkan selamat tinggal kepada Ramadhan yang mulia. Dengan kasih sayang
Allah jua yang mengantarkan kita kepada idul fitri. Dengan kebahagiaan yang
tiada tara kita kumandangkan Takbir, Tahmid dan Tahlil. Kita agungkan Sang Maha
Pencipta.
الله
اكبر – الله اكبر – الله اكبر ولله الحمد
Hadirin
kaum Muslimin, Mulai hari ini kita semua memikul beban berat untuk
mempertahankan kesucian ini. Selama sebulan, Tuhan menyaksikan kita bangun di
waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar kita. Alangkah malangnya bila
setelah hari ini, Tuhan melihat kita tidur lelap bahkan melewati waktu subuh
seperti bangkai tak bergerak. Selama sebulan, bibir kita bergetar dengan do’a,
dzikir dan kalimat suci al-Qur’an. Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang
sama untuk menggunjing, memfitnah, dan mencaci maki kaum mukmin.
Selama
sebulan, kita melaparkan perut dari makanan dan minuman yang halal disiang
hari. Relakah kita sekarang memenuhi perut kita dengan makanan dan minuman yang
haram. Setelah hari ini kita akan diuji, apakah kita termasuk orang yang terus
mensucikan diri, berdzikir dan shalat atau tetap mendahulukan dunia. Apakah
kita termasuk orang yang disebut al-Qur’an tazakka wa dzakarasma rabbihi
fashalla, atau termasuk orang yang tu’tsirunal hayatad dunya.
Nabi
Muhammad Saw selalu membaca surat al-A’la pada shalat Idnya. Begitu pula Ali
bin Abi Thalib ra.
Sehingga ada orang munafik yang menuduh Ali tidak pandai membaca al-Qur’an. Ali
kw berkata: seandainya orang tahu apa yang terdapat pada surat al-A’la, ia akan
membacaya dua puluh kali sehari. Apa yang terdapat dalam surat al-A’la. Mengapa
orang dianjurkan untuk membacanya.
Shalat
Id adalah shalat yang memisahkan kita antara Ramadhan dan sesudah Ramadhan,
antara hari-hari latihan kesucian dan mempertahankannya. Marilah kita simak
kembali isi surat al-A’la.
سَبِّحِ
اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَى
“Sucikan nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Artinya
sucikan nama Tuhanmu dengan dzikir, do’a, istighfar, shalat dan amal shaleh.
Sucikan Dia dengan mensucikan dirimu, seperti yang kamu lakukan dalam bulan
Ramadhan.
اَلَّذِي
خَلَقَ فَسَوَّى – وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى
“Dia yang menciptakan dan menyempurnakan,
yang menetapkan ketentuan dan memberi petunjuk.”
Inilah salah satu sifat Allah. Ia menciptakan siapa saja yang dikehendakinya
dan menuntunnya ke arah kesempurnaan. Ia menetapkan ketentuan dan memberikan
petunjuk. Hanya orang yang mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya, yang bergerak
menuju kesempurnaan.
وَالَّذِي
اَخْرَجَ الْمَرْعَ – فَجَعَلَهُ غُثَاءً اَحْوَى
“Dan Allah-lah yang menggelarkan rerumputan
hijau, lalu menjadikannya sampah yang hitam.”
Inilah sifat Allah yang kedua; menurunkan makhluk-Nya yang melanggar ketentuan
dan petunjuk-Nya dari kedudukan yang mulia ke lembah yang rendah, dari
rerumputan yang hijau menjadi sampah yang hitam, dari al-mar’a menjadi ghutsa-an
ahwa.
Pada hari ini, kita
telah mensucikan Tuhan Yang Maha Tinggi. Kita telah gumangkan takbir. Setelah
sebulan lamanya kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah, setelah kita
mengurangi makan dan tidur untuk menaati ketentuan dan petunjuk-Nya, kita akan
diuji sampai Ramadhan yang akan datang. Apakah kita termasuk hamba-hamba Allah
yang setia mengikui ketentuan dan petunjuk-Nya, sehingga kita sedikit demi
sedikit kita naik ke maqam yang lebih tinggi, setapak demi setapak kita
mendekati Allah Yang Maha Mulia; ataukah , ruhani kita yang indah, yang tumbuh
subur di bulan Ramadhan yang dilukiskan al-Qur’an seperti al-mar’a, rerumputan
yang hijau, akan berubah menjadi ghutsa-an ahwa.
Hadirin sidang Id
yang berbahagia, kita pantas cemas memikirkan hari-hari sesudah hari ini. Kita
patut berhati-hati menjaga diri setelah bulan pensucian berlalu. Rasulullah
Saw, sering merintih memohon ampunan, padahal ia adalah manusia yang disucikan,
insan yang sudah mencapai kesempurnaan. Ummu Salamah pernah terbangun di
pertengahan malam dan melihat Rasulullah Saw tidak ada. Kemudian di sudut
rumah, ia mendengar Rasulullah menangis terisak-isak dan berdo’a, “Tuhan,
jangan tinggalkan aku sendirian sekejap matapun.” Aisyah ra pernah
menyaksikan Nabi Muhammad Saw, tidak henti-hentinya menangis pada saat malamnya
hingga janggutnya basah dengan air matanya. Ketika sahabat bertanya mengapa.
Nabi Saw menjawab, bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur.
Kepada Nabi yang
suci, Allah telah memberikan jaminan. Allah akan menjaganya, sehingga ia tidak
akan lupa. Inilah jaminan Allah kepada Rasulullah:
سَنُقْرِئُكَ
فَلَا تَنْسَى – اِلَّا مَاشَاءَ اللهُ – اِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَوَمَايَخْفَى
– وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى – فَذَكِّرْاِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى
“Akan
kami bacakan kepadamu dan kamu tidak akan lupa kecuali yang dikehendaki Allah.
Sungguh Dia mengetahui yang terbuka dan yang tersembunyi. Dan kami memudahkan
kamu ke jalan kebaikan, maka berilah peringatan. Sungguh peringatan itu sangat
bermanfaat.”
Nabi Saw
memperingatkan kita. Bukankah beliau mengatakan, ada dua macam orang yang
melakukan puasa; yang mendapatkan ampunan Tuhan; dan yang mendapatkan lapar dan
dahaga saja. Beliau bersabda: “Alangkah sedikitnya orang yang shaum dan
alangkah banyaknya orang yang yang hanya lapar saja.” Apakah kita termasuk
orang yang shaum, atau orang yang hanya melaparkan perut saja. Jawabannya
dibuktikan dengan perilaku kita sesudah hari ini. Bila kita sangat hati-hati
menjaga anggota badan kita dari kemaksiatan bila kita tetap rukuk, di ujung
malam ketika banyak orang tertidur pulas, bila kita sangat peka melihat
penderitaan kaum fuqara dan masakin, Insya Allah, kita termasuk
orang-orang yang shaum. Namun bila hati kita masih dipenuhi kedengkian kepada
sesama kaum mukmin, bila bibir kita masih mengumbar kata cacian dan makian,
bila perut kita masih juga dipadati yang haram dan syubhat, bila tangan-tangan
kita masih juga bergelimang kezaliman dan perampokan. Kita hanyalah al-jawa’,
orang yang melaparkan diri; tidak lebih dari itu. Al-Qur’an menyebut kita al-asyqa,
orang-orang yang celaka.
سَيَذَّكَرُ
مَنْ يَخْشَى – وَيَتَجَنَّبُهَاالْاَشْقَى – اَلَّذِي يَصْلَى النَّارَ
الْكُبْرَى – ثُمَّ لَايَمُوْتُ فِيْهَا وَلَا يَحْيَى – قَدْاَفْلَحَ مَنْ
تَزَكَّى وَذَكَرَاسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى – بَلْ تُؤْسِرُوْنَ الْحَيَوةَ
الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةُ خَيْرُوَّاَبْقَى – اِنَّ هَاذَا لَفِى الصُّحُفِ
الْاُولَى – صُحُفِ اِبْرَهِيْمَ وَمُوْسَى
“Orang-0rang yang takut akan mengambil
pelajaran, orang-orang yang celaka akan menjauhinya. Yang terlempar pada neraka
al-Kubra lalu dia tidak mati tidak juga hidup. Berbahagialah orang-orang yang
mensucikan dirinya, mengingat nama Tuhannya dan melakukan shalat, tapi kalian
lebih menyukai dunia, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal. Sungguh semua
ini ada pada shuhuf terdahulu, shuhuf Ibrahim dan Musa.
“Ya Allah,
jadikanlah kami diantara orang-orang yang takut pada peringatan-Mu, yang selalu
memelihara kesucian diri dan mengharapkan akhirat yang lebih baik dan lebih
kekal.”
الله
اكبر – الله اكبر – الله اكبر الله
اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا
Hadirin jamah sidang ied yang dirahmati Allah
Pada pagi Idul Fitri
hari ini, marilah kita kuatkan tekad untuk melestarikan hasil-hasil Ramadhan
yang baru lalu, tetapkanlah niat kita bahwa kita ingin terus menuju
kesempurnaan dengan mengikuti ketentuan dan petunjuk Allah Swt.
Akhirnya marilah kita menghadap Rabbul Alamin
dengan khusyuk dan hikmat. Mari kita sampaikan pengakuan dosa dan kelemahan
diri kita di hadapan Allah Swt.
“Ya Allah kami
berkumpul di hadapan-Mu, sebagaimana kami akan berkumpul di hadapan-Mu pada
hari kiamat nanti. Sekarang Engkau inginkan kami memanggil-Mu dan memohon
ampunan-Mu. Kelak dihari kiamat Engkau akan mengadili kami dan mempersiapkan
azab-Mu. Sekarang Engkau sembunyikan dosa-dosa kami dari manusia, nanti Engkau
permalukan kami dihadapan seluruh makhluk-Mu.
“Ya Allah, Engkaulah
yang memanggil kami ke sini. Engkaulah yang menuntun kami untuk mensucikan
diri. Rabbana, Engkau perintahkan kami untuk memaafkan orang yang menzalimi
kami. Kami sudah menzalimi diri kami sendiri, ampunilah kami.
“Engkau perintahkan
kami untuk bersedekah kepada kaum fuqara di antara kami, dan inilah kami semua
fuqara di hadapan-Mu, berilah kami.
“Engkau melarang
kami mengusir orang-orang miskin dari pintu rumah kami. Kami ini semua
orang-orang miskin di hadapan-Mu, janganlah Engkau usir kami dari pintu-Mu
“Ya Ghaffar, dengan
cahaya-Mu kami mendapat petunjuk. Dengan karunia-Mu kami mendapat kecukupan.
Dengan nikmat-Mu kami masuki pagi dan petang. Dan inilah kami membawa dosa-dosa
kami di hadapan-Mu.
“Ya Allah, kami
mohonkan ampunan-Mu. Kami bertaubat kepada-Mu. Engkau limpahi kami dengan
kenikmatan, tapi kami melawan-Mu dengan kemaksiatan. Kebaikan-Mu turun kepada
kami dan kejelekan kami naik kepada-Mu. Tak henti-hentinya malaikat yang mulia
mengantarkan kepada-Mu kejelekan amal kami. Tapi itu tidak mencegah-Mu untuk
melimpahi kami dengan nikmat-Mu dan memuliakan kami dengan anugerah-Mu.
“Subhanaka, betapa
penyantun Engkau. Betapa agung Engkau. Betapa pemurah Engkau. Kami tidak akan
pernah melupakan pertolongan-Mu pada waktu kami kecil. Engkau besarkan kami
dengan limpahan rahmat-Mu dan kemurahan-Mu. Setelah besar, Engkau tinggikan
nama kami
“Ya Allah, yang
memelihara kami dengan karunia dan anugerah di dunia dan melindungi kami dengan
ampunan dan kemurahan di akhirat. Kami menyeru-Mu Gusti, dengan lidah yang bisu
karena durhaka. Kami memanggil-Mu, Ya Rabbi, dengan hati yang berlumur dosa.
Kami menyeru-Mu, Rabbana, dalam perasaan galau, takut, cinta, cemas dan harap.
“Ya Allah,
bila kami melihat dosa kami, kami menggigil ketakutan. Bila kami sadar akan kemurahan-Mu,
kami melonjak kegirangan. Jika Engkau ampuni, Engkau memang pengasih. Jika
Engkau menyiksa, Engkau bukan penyiksa yang zalim.
“Rabbana, sekarang
ini telah Kau tutup aib dan dosa kami, keluarkan kecintaan kepada dunia dari
hati kami. Kumpulkan kami bersama Nabi al-Mustafa dan keluarganya, dengan para
nabi pilihan-Mu di antara makhluk-Mu. Bantulah kami menangisi diri kami, kami
telah menyia-nyiakan usia kami dengan penangguhan dan angan-angan. Kami sudah
menjadi orang-orang yang putus harapan. Siapa gerangan yang keadaannya lebih
jelek dari kami. Jika dalam keadaan kami seperti ini, kami dipindahkan ke
kubur, kami belum menyiapkan pembaringan kami, kami belum menghamparkan amal
shaleh untuk tikar kami. Bagaimana kami tidak akan menangis, sedangkan kami
tidak tahu akhir perjalanan kami. Kami melihat nafsu menipu dan hari-hari
melengahkan kami. Padahal maut telah mengepak-ngepakkan sayapnya di atas kepala
kami.
“Tuhan, bagaimana
kami tidak menangis bila kami mengenang saat menghembuskan nafas yang terakhir.
Kami menangis karena kegelapan kubur. Kami menangis karena kesempitan lahat.
Kami menangis karena pertanyaan Munkar dan Nakir. Kami menangis karena kami
akan keluar dari kubur dalam keadaan telanjang, hina sambil memikul beban dosa
di atas punggung kami. Lalu kami melihat ke kiri dan ke kanan. Kami melihat
keadaan orang lain berbeda dengan keadaan kami.
“Rabbana, inilah
hamba-hamba-Mu yang sepenuhnya bergantung kepada kasih sayang-Mu. Kasihanilah
kelemahan tubuh kami. Bukakan pintu rahmat-Mu, terimalah do’a-do’a dan
amal-amal kami. Amin
ربنا
ظلمنا انفسنا وان لم تغفرلنا وترحمنا لنا كونن من الخاشرين
ربنا
اتنا فى الدنيا حسنة ............
سبحان
ربك رب العزة ............
وسلام
على المرسلين
والحمد
لله رب العالمين
تقبل
الله منا ومنكم
0 Response to "Khutbah Ied 1437 H "MENJAGA KESUCIAN PASCA RAMADHAN""
Post a Comment