Propellerads

Haji, Kurban, dan Kepedulian Sosial

Haji, Kurban, dan Kepedulian Sosial

Oleh Choirul Mahfud
Choirul Mahfud Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Agama dan Sosial, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya (artikel ini telah dimuat KOMPAS).


Setiap musim haji tiba jutaan muslim berkumpul di kota suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam kelima, yakni ibadah haji. Mereka berpakaian putih-putih, datang dari segenap penjuru dunia, berbeda warna kulit, bahasa, kebangsaan, dan status sosial.

Sejak mereka meninggalkan Tanah Air menuju Mekkah, segala atribut keduniaan mereka tanggalkan. Di sana tak ada lagi diskripsi karena perbedaan golongan, jenis kelamin, pangkat, suku ataupun status sosial. Yang ada hanyalah pertunjukan secara komunal kebersamaan (jemaah).

Suasana klimaks dan puncak pelaksanaan ritual dan seremonial ibadah haji adalah pada tanggal 9 Dzulhijah, tatkala mereka melakukan wukuf di Padang Arafah. Ada ajaran, tanpa wukuf di Arafah seseorang tidak dianggap sah ibadah hajinya.

Terkait ibadah haji, bila mendengar Idul Adha, langsung terlintas pada benak kita akan tradisi berkurban yang sangat identik dengan menyembelih hewan kurban. Padahal, bila kita telusuri lebih dalam, makna kurban tidak hanya menyembelih hewan. Secara etimologi, kurban berarti mendekat. Yaitu, usaha pendekatan diri seorang hamba kepada penciptanya dengan jalan menyembelih binatang yang halal dalam rangka mencari ridla-Nya.

Bisa dibilang, salah satu ajaran Islam yang penuh dengan kesakralan dan memiliki muatan kemanusiaan adalah ibadah kurban. Lewat ibadah kurban diharapkan tumbuh rasa kepedulian sosial terhadap sesama.

Dalam konteks Indonesia, saat ini bangsa Indonesia sedang berduka, saudara-saudara kita di Sidoarjo tertimpa musibah bencana lumpur panas. Melalui ibadah kurban, mari kita ketuk pintu hati kemanusiaan, rasa kepedulian sosial serta rasa senasib sepenanggungan terhadap apa yang menimpa saudara-saudara kita.

Untuk menumbuhkan kesadaran dan jiwa berkurban mutlak ada perubahan sikap mental dan perilaku secara fundamental. Di setiap perayaan hari keagamaan, termasuk Idul Adha, kita selalu diingatkan untuk mengagungkan nama-Nya, membagi kasih sayang terhadap sesama dan menjauhi segala larangan-Nya. Pertanyaannya, apakah kita dengan sadar melaksanakan semua itu? Apakah kita peduli dengan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya?

Secara jujur, peringatan hari-hari besar keagamaan lebih sering kita jadikan sebagai kegiatan rutin biasa ketimbang ibadah. Perilaku kita sama sekali tidak berubah dan tetap berjalan seperti hari-hari biasa. Kita masih tidak peduli terhadap sesama, tidak takut kepada peringatan-Nya. Korupsi kolusi dan nepotisme bukannya semakin berkurang, tetapi semakin menjadi-jadi. Pola hidup jor-joran juga tidak menjadi surut.

Padahal, banyak saudara-saudara di sekitar kita yang hidup dalam kemiskinan, serba kekurangan, dan mengalami tekanan hidup yang semakin berat. Setiap hari kita mengikuti berita kriminal yang semakin marak terjadi. Itu bukan hanya dilakukan oleh rakyat biasa, tetapi juga oleh para pejabat.

Salah satu jawaban atas ironi itu adalah kehidupan yang semakin menjepit dan degradasi moral elite di negeri ini.

Perlu disadari bahwa di antara harta yang kita miliki, ada haknya bagi orang lain, khususnya untuk fakir-miskin dan anak yatim piatu serta bagi orang yang membutuhkan uluran bantuan kita. Oleh karena itu, dari setiap harta yang kita peroleh, hendaknya kita sisihkan guna membantu sesama. Dalam konteks saat ini, mungkin kita tidak perlu potong sapi untuk berkurban, tetapi kita perlu potong gaji demi membantu korban bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo, gempa di Yogyakarta, tsunami di Aceh, dan lainnya.

Kesadaran itulah yang menjadi salah satu pesan utama dalam hari Idul Adha. Setiap saat kita bisa berkurban untuk membantu saudara- saudara kita.

Bantuan tidak harus berupa harta, tetapi juga bisa dengan tenaga dan pikiran, sesuai dengan tingkat kemampuan kita masing-masing.

Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0612/15/jatim/60172.htm


0 Response to "Haji, Kurban, dan Kepedulian Sosial"

Post a Comment

komputer